Arsip

Archive for Desember, 2011

Daya Semu, aktif dan reaktif

16 Desember 2011 Komentar dimatikan

Satuan daya yang terpasang dirumah/konsumen adalah VA (volt-ampere), itu merupakan daya yang terpasang atau daya pengenal, jadi jika konsumen berlangganan sebesar 450 VA, dengan tegangan 220 V maka arusnya sebesar 2 A, makanya MCB nya juga akan sebesar 2 A. Dalam sistem listrik AC/Arus Bolak-Balik ada tiga jenis daya yang dikenal, khususnya untuk beban yang memiliki impedansi (Z), yaitu: • Daya semu (S, VA, Volt Amper) • Daya aktif (P, W, Watt) • Daya reaktif (Q, VAR, Volt Amper Reaktif) Untuk rangkaian listrik AC, bentuk gelombang tegangan dan arus adalah sinusoida, sehingga besarnya daya setiap saat tidak sama. Maka daya yang merupakan daya rata-rata diukur dengan satuan Watt, Daya ini membentuk energi aktif persatuan waktu, dan dapat diukur dengan kwh meter dan juga merupakan daya nyata atau daya aktif (daya poros, daya yang sebenarnya) yang digunakan oleh beban untuk melakukan tugas/usaha tertentu. Sedangkan daya semu dinyatakan dengan satuan Volt-Ampere (disingkat, VA), menyatakan kapasitas peralatan listrik, seperti yang tertera pada peralatan generator, transformator dan bahkan di KWh meter rumah kita. Pada suatu instalasi, khususnya di pabrik/industri juga terdapat beban tertentu seperti motor listrik, yang memerlukan bentuk lain dari daya, yaitu daya reaktif (VAR) untuk membuat medan magnet atau dengan kata lain daya reaktif adalah daya yang terpakai sebagai energi pembangkitan flux magnetik sehingga timbul magnetisasi dan daya ini dikembalikan ke sistem karena efek induksi elektromagnetik itu sendiri, sehingga daya ini sebenarnya merupakan beban (kebutuhan) pada suatu sistim tenaga listrik. namun selain pengertian daya diatas, ada juga yang dikenal dengan Faktor daya atau faktor kerja, yaitu perbandingan antara daya aktif (watt) dengan daya semu/daya total (VA), atau cosinus sudut antara daya aktif dan daya semu/daya total. Daya reaktif yang tinggi akan meningkatkan sudut ini dan sebagai hasilnya faktor daya akan menjadi lebih rendah. Faktor Daya / Faktor kerja menggambarkan sudut phasa antara daya aktif dan daya semu. Faktor daya selalu lebih kecil atau sama dengan satu. Faktor daya yang rendah merugikan karena mengakibatkan arus beban tinggi. Perbaikan faktor daya ini dapat dilakukan dengan menggunakan kapasitor. Secara teoritis, jika seluruh beban daya yang dipasok oleh perusahaan listrik negara (PLN) memiliki faktor daya satu, maka daya aktif (watt) yang ditransfer setara dengan kapasitas daya terpasang (VA)

Kategori:Desember

Kursi feodal bertabur puntung rokok

12 Desember 2011 Komentar dimatikan

Gaji dan fasilitas sudah tidak kalah. Kemampuan orang-orang BUMN juga sudah sama dengan swasta. Memang iklim yang memengaruhinya masih berbeda, namun plus-minusnya juga seimbang. Apakah yang masih jauh berbeda? Tidak meragukan lagi, kulturlah yang masih jauh berbeda. Di BUMN pembentukan kultur korporasi yang sehat masih sering terganggu.

Terutama oleh kultur saling incar jabatan dengan cara yang curang: menggunakan backing. Baik backing dari dalam?maupun dari luar. Backing dari dalam biasanya komisaris atau pejabat tinggi Kementerian BUMN. Tidak jarang juga ada yang menunggangi serikat pekerja. Sedangkan, backing dari luar biasanya pejabat tinggi kementerian lain, politisi, tokoh nasional, termasuk di dalamnya tokoh agama.?

Saya masih harus belajar banyak memahami kultur yang sedang berkembang di semua BUMN. Itulah sebabnya sampai bulan kedua ini, saya masih terus-menerus mendatangi unit usaha dan berkeliling ke kantor-kantor BUMN. Saya berusaha tidak memanggil direksi BUMN ke kementerian, melainkan sayalah yang mendatangi mereka.

Sudah lebih 100 BUMN dan unit usahanya yang saya datangi. Saya benar-benar ingin belajar memahami kultur manajemen yang berkembang di masing-masing BUMN. Saya juga ingin menyelami keinginan, harapan, dan mimpi para pengelola BUMN kita. Saya ingin me-manufacturing hope.?

Dengan melihat langsung kantor mereka, ruang direksi mereka, ruang-ruang rapat mereka, dan raut wajah-wajah karyawan mereka, saya mencoba menerka kultur apa yang sedang berkembang di BUMN yang saya kunjungi itu. Karena itu, kalau saya terbang dengan Citilink atau naik KRL dan kereta ekonomi, itu sama sekali bukan untuk sok sederhana, melainkan bagian dari keinginan saya untuk menyelami kultur yang lagi berkembang di semua unit usaha.?

Kunjungan-kunjungan itu tidak pernah saya beritahukan sebelumnya. Itu sama sekali bukan dimaksudkan untuk sidak (inspeksi mendadak), melainkan untuk bisa melihat kultur asli yang berkembang di sebuah BUMN. Apalagi saya termasuk orang yang kurang percaya dengan efektivitas sidak.

Karena itu, kadang saya bisa bertemu direksinya, kadang juga tidak. Itu tidak masalah. Toh, kalau tujuannya hanya ingin bertemu direksinya, saya bisa panggil saja mereka ke kementerian. Yang ingin saya lihat adalah kultur yang berkembang di kantor-kantor itu. Kultur manajemennya.

Dari tampilan ruang kerja dan ruang-ruang rapat di BUMN itu, saya sudah bisa menarik kesimpulan sementara: BUMN kita masih belum satu kultur. Kulturnya masih aneka ria. Masing-masing BUMN berkembang dengan kulturnya sendiri-sendiri. Jelekkah itu” Atau justru baikkah itu” Saya akan merenungkannya: perlukah ada satu saja corporate culture BUMN” Ataukah dibiarkan seperti apa adanya” Atau, perlukah justru ada kultur baru sama sekali”

Presiden SBY benar. Ada beberapa kantor mereka yang sangat mewah. Beberapa ruang direksi BUMN “beberapa saja” sangat-sangat mewahnya. Tapi, banyak juga kemewahan itu yang sebenarnya peninggalan direksi sebelumnya.

Salahkah ruang direksi BUMN yang mewah” Belum tentu. Kalau kemewahan itu menghasilkan kinerja dan pelayanan kepada publik yang luar biasa hebatnya, orang masih bisa memaklumi. Tentu saja kemewahaan itu tetap salah: kurang peka terhadap perasaan publik yang secara tidak langsung adalah pemilik perusahaan BUMN.

Kemewahan itu juga tidak berbahaya kalau saja tidak sampai membuat direksinya terbuai: keasyikan di kantor, merusak sikap kejiwaannya dan lupa melihat bentuk pelayanan yang harus diberikan. Namun, sungguh sulit dipahami manakala kemewahan itu menenggelamkan direksinya ke keasyikan surgawi yang lantas melupakan kinerja pelayanannya.?

Di samping soal kemewahan itu, saya juga masih melihat satu-dua BUMN yang dari penampilan ruang-ruang kerja dan ruang-ruang rapatnya masih bernada feodal. Misalnya, ada ruang rapat yang kursi pimpinan rapatnya berbeda dengan kursi-kursi lainnya. Kursi pimpinan rapat itu lebih besar, lebih empuk, dan sandarannya lebih tinggi.

Ruang rapat seperti ini, untuk sebuah perusahaan, sangat tidak tepat. Sangat tidak korporasi. Masih mencerminkan kultur feodalisme. Saya tidak mempersoalkan kalau yang seperti itu terjadi di instansi-instansi pemerintah. Namun, saya akan mempersoalkannya karena BUMN adalah korporasi.

Harus disadari bahwa korporasi sangat berbeda dengan instansi. Kultur menjadi korporasi inilah yang masih harus terus dikembangkan di BUMN. Saya akan cerewet dan terus mempersoalkan hal-hal seperti itu meski barangkali akan ada yang mengkritik “menteri kok mengurusi hal-hal sepele”.

Saya tidak peduli. Toh, saya sudah menyatakan secara terbuka bahwa saya tidak akan terlalu memfungsikan diri sebagai menteri, melainkan sebagai chairman/CEO Kementerian BUMN.

Efektif tidaknya sebuah rapat sama sekali tidak ditentukan oleh bentuk kursi pimpinan rapatnya. Rapat korporasi bisa disebut produktif manakala banyak ide lahir di situ, banyak pemecahan persoalan ditemukan di situ, dan banyak langkah baru diputuskan di situ. Saya tidak yakin ruang rapat yang feodalistik bisa mewujudkan semua itu.

Saya paham: kursi pimpinan yang berbeda mungkin dimaksudkan agar pimpinan bisa terlihat lebih berwibawa. Padahal, kewibawaan tidak memiliki hubungan dengan bentuk kursi. Susunan kursi ruang rapat seperti itu justru mencerminkan bentuk awal sebuah terorisme. Terorisme ruang rapat.

Ide-ide, jalan-jalan keluar, keterbukaan, dan transformasi kultur korporasi tidak akan lahir dari suasana rapat yang terteror. “Terorisme ruang rapat” hanya akan melahirkan turunannya: ketakutan, kebekuan, kelesuan, dan keapatisan. Bahkan, “terorisme ruang rapat” itu akan menular dan menyebar ke jenjang yang lebih bawah. Bisa-bisa seseorang yang jabatannya baru kepala cabang sudah berani minta agar kursi di ruang rapatnya dibedakan!

Tentu saya tidak akan mengeluarkan peraturan menteri mengenai susunan kursi ruang rapat. Biarlah masing-masing merenungkannya. Saat kunjungan pun, saat melihat ruang rapat seperti itu, saya tidak mengeluarkan komentar apa-apa. Juga tidak menampakkan ekspresi apa-apa. Saya memang kaget, tetapi di dalam hati.

Yang juga membuat saya kaget (di dalam hati) adalah ini: asbak. Ada asbak yang penuh puntung rokok di ruang direksi dan di ruang rapat. Ruang direksi yang begitu dingin oleh AC, yang begitu bagus dan enak, dipenuhi asap dan bau rokok.

Saya lirik agak lama asbak itu. Penuh dengan puntung. Menandakan betapa serunya perokok di situ. Saya masih bisa menahan ekspresi wajah kecewa atau marah. Saya ingin memahami dulu jalan pikiran apa yang kira-kira dianut oleh direksi seperti itu. Apakah dia merasa sebagai penguasa yang boleh melanggar peraturan? Apakah dia mengira anak buahnya tidak mengeluhkannya? Apakah dia mengira untuk hal-hal tertentu pimpinan tidak perlu memberi contoh?

Soal rokok ini pun, saya tidak akan mengaturnya. Sewaktu di PLN saya memang sangat keras melawan puntung rokok. Tetapi, di BUMN saya serahkan saja soal begini ke masing-masing korporasi. Hanya, harus fair. Kalau direksinya boleh merokok di ruang kerjanya, dia juga harus mengizinkan semua karyawannya merokok di ruang kerja mereka. Dia juga harus mengizinkan semua tamunya merokok di situ.

“Kursi feodal” dan “puntung rokok” itu terserah saja mau diapakan. Saya hanya khawatir jangan sampai “nila setitik merusak susu se-Malinda”. Bisa menimbulkan citra feodal BUMN secara keseluruhan. Padahal, itu hanya terjadi di satu-dua BUMN. Selebihnya sudah banyak yang sangat korporasi.(*)

Dahlan Iskan
Menteri  BUMN

Kategori:Desember

RIM Perkenalkan Software Manajemen Peranti Mobile

11 Desember 2011 Tinggalkan komentar

Research In Motion (RIM) memperkenalkan BlackBerry Mobile Fusion yaitu sebuah software pengelola peranti bergerak seperti smartphone dan tablet.

Software ini tidak hanya untuk mengelola peranti BlackBerry, tetapi juga peranti yang bersistem operasi iOS dan Android. BlackBerry Mobile Fusion menambah jajaran produk RIM yang sudah ada yaitu smartphone BlackBerry dan software BlakBerry Enterprise Server.
Semakin banyak perusahaan yang mengijinkan karyawan mengakses data perusahaan menggunakan smartphone dan tablet, mendorong para vendor seperti RIM untuk membuat software manajemen peranti bergerak. Software ini membantu para CIO dan manajer TI untuk mengelola dan mengontrol akses informasi perusahaan secara wireless melalui corporate network.
BlackBerry memang tidak sendirian di pasar software ini. Bahkan sudah banyak penyedianya seperti Sybase, Symantec, McAfee, Motorola, dan lain-lain. Dan boleh dikata BlackBerry terlambat memasuki pasar software manajemen peranti bergerak.
Beberapa fitur BlackBerry Mobile Fusion antara lain:
– Manajemen aset
– Manajemen konfigurasi
– Definisi sekuriti dan policy serta manajemennya
– Mengamankan dan melindungi peranti yang hilang atau dicuri (remote lock, wipe)
– Administrasi pengguna atau kelompok pengguna
– Manajemen aplikasi dan software
– Manajemen konektivitas (Wi-Fi, VPN, sertifikat)
– Konsol terpusat
– Skabilitas
BlackBerry Mobile Fussion sekarang masih tahap beta, beberapa perusahaan telah dipilih untuk mengujinya. Program beta ditutup mulai Januari dan produk akan tersedia pada akhir Maret 2012.
Kategori:Desember

Rahasia Sukses Bisnis Lebih dari 100 Tahun

11 Desember 2011 Komentar dimatikan

Sukses selama 100 tahun? Bukan hanya 100 tahun, bahkan bisa lebih dari 1.000 tahun! Benar seribu tahun lamanya. Mungkin anda berpikir, “Wow, hebat sekali, kok bisa? Sedang perusahaan saya saja baru berjalan lima tahun dan itu pun sangat berat untuk menjalaninya”.

tung_desem09Boleh saja Anda berpikir demikian, namun seharusnya Anda mulai bertanya, ”Bagaimana caranya,ya? Bagaimana detailnya? Apa yang mereka lakukan sehingga bisa bertahan dalam waktu yang sangat lama dan terus bertumbuh?” Namun sebelum kita melanjutkan pembahasan tersebut, apakah Anda pernah mendengar atau melihat salah satu pohon tertua di dunia ? Di antara pohon-pohon tersebut ada yang telah tumbuh 2.000 tahun lamanya.

Hebatnya, pohon tersebut tetap kokoh berdiri dan mampu memberikan suatu pemandangan yang sangat luar biasa bagi orang-orang yang melihatnya. Dan ternyata, pohon tersebut memiliki akar yang sangat kuat, sehingga ketika pohon itu diterpa angin, salju ataupun badai,tetap bisa berdiri dengan kokoh, sampai hari ini. Seperti pohon-pohon tertua tersebut,ternyata perusahaanperusahaan yang mampu bertahan ratusan tahun, bahkan di atas 1.000 tahun, pastilah pernah mengalami berbagai tantangan yang berat.

Namun karena mereka memiliki ”akar-akar” yang sangat kuat,fondasi perusahaan yang sangat kuat, maka mereka tetap bisa bertahan melewati berbagai kondisi atau krisis yang ada. Dan inilah beberapa perusahaan yang mampu bertahan hingga ratusan tahun lamanya: 1. Hotel Hoshi – Jepang 2. St Peter Hotel – Austria 3. Goulaine – Prancis Dan masih banyak pula yang lainnya.

Salah satu rahasia sukses mereka adalah ”IDEAS”… ya ideas. Mungkin Anda bertanya, ”Kalau hanya sekadar ideas, saya dan karyawan-karyawan saya juga memilikinya, bahkan punya banyak sekali ide-ide. Lalu,apa bedanya? ”IDEAS” merupakan salah satu kunci kesuksesan perusahaan- perusahaan yang langgeng. IDEAS merupakan singkatan dari: I = Improvement & Integrity D = Dynamic Development E = Enthusiasm & Evaluation A = Achievement S = Spirit & Solving Problem.

Improvement & integrity:
Suatu perusahaan akan menjadi lebih langgeng jika ada keseimbangan antara pengembangan berbagai unsur yang ada di dalam perusahaan dalam suatu integritas penuh. Karena tidak sedikit perusahaan yang sangat ”bernafsu” untuk mengembangkan perusahaan, namun mengabaikan faktor integritas dalam setiap elemen perusahaan yang ada, yang akhirnya justru mengalami banyak tantangan dalam perkembangannya.

Dynamic development
Perusahaan dituntut untuk mampu terus berkembang dengan dinamis, mampu mengikuti perkembangan yang ada. Banyak perusahaan yang bangkrut bahkan dalam waktu singkat, karena mereka sudah merasa sukses,dan tidak mau untuk membuka diri akan perkembangan atau tuntutan pasar yang ada dengan lebih dinamis.

Enthusiam & evaluation
Untuk menjadi lebih maju, kita memang harus selalu antusias, namun yang penting pula kita juga harus terus melakukan evaluasi. Mengevaluasi dan memonitor secara rutin akan perkembangan yang ada. Atau akan tantangan yang ada,sehingga perusahaan kita tetap bisa dahsyat dengan cara yang lebih efektif tentunya. Hal ini sangat penting sebagai salah satu fondasi dalam peralihan generasi dalam suatu perusahaan.

Karena banyak ditemukan perusahaan yang berjaya hingga puluhan tahun lamanya saat dipimpin oleh orang tuanya, namun ketika diwariskan ke anaknya hanya dalam beberapa tahun saja perusahaan tersebut mengalami banyak kerugian bahkan bangkrut. Maka selain tetap selalu antusias, kita juga harus melakukan evaluasi dan monitoring secara tertulis,untuk mempermudah proses regenerasi nantinya.

Spirit & solving problem
Tetap selalu menjaga perusahaan dalam semangat yang positif.Karena tidak sedikit perusahaan yang melakukan ”pembiaran” ketika ada salah satu karyawan/timnya mulai menghembuskan pembicaraan yang negatif, akhirnya hal negatif berkembang seperti virus sehingga tidak mustahil jika perusahaan Anda secara keseluruhan bisa menjadi negatif. Tanamkan selalu semangat kejujuran dan semangat saling membangun dalam budaya kerja di perusahaan.

Dengan demikian, berbagai permasalahan dalam perusahaan bisa dipecahkan dengan cara-cara yang lebih efektif.

Kategori:Desember

Cara UKM Menangkan Persaingan Lewat Facebook

11 Desember 2011 Komentar dimatikan

Apakah Anda pemilik usaha kecil menengah yang sedang membangun reputasi di Facebook? Jika betul, uraian berikut ini bisa jadi jawaban dari apa yang Anda cari selama ini.

Di era jejaring sosial seperti sekarang, perusahaan besar maupun mikro memiliki kesempatan yang setara untuk tampil kreatif di depan konsumen potensial mereka. Nah, Anda sebagai seorang pemilik usaha kecil menengah tak perlu khawatir, dengan menerapkan kiat-kiat berikut, tak mustahil bisnis Anda bisa melejit dan lebih populer daripada bisnis lain yang sudah lebih dahulu ada.

Kuncinya adalah pelajari bagaimana perusahaan besar menggunakan Facebook, ketahui kelebihan dan kelemahannya. Meskipun ada perbedaan, terdapat kiat-kiat yang bisa diterapkan baik untuk perusahaan besar atau usaha kecil. Berikut adalah keenam kiat yang disarikan dari paparan Jim Belosic.

Susun rencana dan strategi
Perusahaan besar memiliki rencana untuk lamanFacebook mereka secara terperinci. Merek berfokus pada penentuan strategi, alur kerja dan prediksi kinerja dan hasilnya. Mereka memiliki tujuan spesifik dalam benak dan mereka mengetahui apa saja kendala utama yang akan dihadapi dalam perjalanan untuk mencapai tujuan tersebut.

Para pemilik usaha kecil di sisi lain, sering membuat laman Facebook hanya karena mereka melihat perusahaan lain sudah melakukannya atau mereka membaca di sebuah sumber bahwa para pakar menyarankan mereka untuk memiliki laman Facebook khusus. Namun mereka membuat laman Facebook tanpa tujuan yang jelas. Anda bisa saja tidak memiliki kekuatan manusia atau finansial untuk menyamai usaha yang lebih besar dalam upaya Facebook mereka tetapi hal itu tidak berarti Anda harus menyerah begitu saja.

Pikirkan tentang apa yang Anda hendaki dari laman Facebook Anda. Apakah itu traffic ke situs bisnis Anda, penjualan yang lebih tinggi, memperbanyak relasi atau pengikut dalam mailing list Anda? Pikirkan tujuannya dengan masak- masak karena itulah langkah pertama dalam memulai dan mengarahkan setiap langkah Anda di Facebook.

Gunakan aplikasi tab yang terkustomisasi
Anda mungkin sudah menyaksikan tabs laman terkustomisasi yang begitu mempesona yang dimiliki oleh perusahaan besar. Beberapa tahun lalu, perusahaan-perusahaan umumnya harus menyewa jasa desainer untuk membuat tabs seperti ini. Mereka melakukannya dari dasar, sangat menguras tenaga dan sulit untuk dipertahankan dalam jangka lama. Pekerjaan tersebut hampir serupa dengan pekerjaan penuh waktu yang tidak bisa didanai oleh sebuah usaha kecil.

ShortStack, bersamaan dengan aplikasi lain, memberikan pemilik bisnis kecil kemampuan utnuk membuat tab mereka sendiri dengan tingkat kesulitan yang lumayan rendah.

Anda tak perlu lagi harus menguasai bahasa pemrograman dan Anda bahkan tidak perlu menjadi desainer web yang piawai untuk itu. Mereka akan memberikan Anda tampilan dan fungsionalitas yang mampu disajikan oleh perusahaan-perusahaan besar dalam laman Facebook mereka dengan biaya yang lebih terjangkau.

Aplikasi-aplikasi tab terkustomisasi berikut ini sehingga penting bagi Anda untuk memanfaatkan mereka.

Tekankan interaksi

Pengguna Facebook menghendaki interaksi dan perhatian dan inilah yang kadang diabaikan oleh perusahaan besar. Perusahaan besar mengetahui bagaimana menyenangkan penyuka laman Facebooknya.

Sayangnya, tampaknya sebagian besar pemilik bisnis kecil kurang memperhatikan hal ini. Laman Facebook mereka hanya terdiri dari sekumpulan gambar, bio yang singkat dan mungkin peta. Namun inilah konten yang statis ini tidak akan membuat pengguna terpesona.

Agar bisa mendapatkan hasil maksimal, Anda harus melakukan apa yang seharusnya dilakukan dalam Facebook, yaitu melibatkan pengguna lain dan berinteraksi dengan intens di dalamnya.

Fitur-fitur promosi seperti kontes, hadiah dan sebagainya tersedia pada aplikasi tab kustom yang ada di pasaran. Sehingga jika Anda tidak menggunakan aplikasi tab terkustomisasi, daftarlah, buat konten yang mampu melibatkan dan membuat pengguna merasa tertarik untuk berinteraksi.

Selalu siap sedia
Facebook berkenaan dengan individu, pelanggan Anda. Bisnis besar memiliki manajer komunitas, posisi yang berhubungan dengan pelanggan mereka sehari-hari.

Pemilik bisnis kecil sering memeriksa laman Facebook bisnis sekali atau dua kali dalam seminggu, menanggapi hanya sesekali. Namun Anda tidak akan merasa nyaman mengetahui pelanggan berada di toko tanpa ada seseorang yang menanggapi pertanyaan mereka, atau menjawab pertanyaan mereka mengenai produk atau jasa yang Anda jual. Maka dari itu, ushaakan untuk terus siap siaga secara online.

Kesiapsiagaan Anda dalam menanggapi komunitas online Anda di Facebook bisa jadi apa yang memotivasi Anda untuk datang dan membeli, sehingga periksa laman Facebook Anda lebih sering dan tanggapi jika sejumlah fans mencoba berinteraksi dengan Anda di dinding (wall).

Ambil tindakan
Mengumpulkan umpan balik dan mengamati perubahan yang terjadi ialah bagian dari pekerjaan manajer komunitas bisnis besar. Namun memanfaatkan sata semacam itu biasnaya meliputi laporan, rapat panitia, barang yang dijual dan langkah-langkah lainnya dalan hirarki birokratis perusahaan besar.

Inilah posisi Anda, sebagai seorang pemilik bisnis, memiliki keunggulan.

This is where you, as a small business owner, really have an advantage. Tulis di wall Anda yang berasal dari pelanggan menjadi umpan balik instan yang bisa Anda gunakan untuk membuat perubahan yang diperlukan, memecahkan masalah dan bahkan menikmati pujian. Dan karena Andalah si pemilik, Anda harus membuat keputusan.Tim-tim yang berasal dari usaha besar kemungkinan kecil memiliki waktu untuk menyetujui sebuah tanggapan. Itu semua terserah Anda dan Anda bisa mewujudkannya sekarang.

Bersikap fleksibel
Korporasi besar cenderung lamban dalam membuat keputusan. Tak hanya dalam hal laporan dan rapat, ada juga perencanaan dan pemasaran. Sebagai hasilnya, manajer komunitas bisnis besar memiliki tingkat flekibilitas yang lebih rendah.

Namun ushaa kecil menengah tidak perlu harus mengejar kesuksesan ala korporasi besar. Misalnya jika Anda seorang pemilik restoran yang ingin ada lebih banyak pengunjung dan pembeli dalam restoran Anda malam ini, mengapa tidak memberitahukannya dalam laman Facebook bisnis restoran Anda, dan Anda bisa tawarkan siapa saja yang datang dan terlibat dalam pembahasan tersebut akan mendapatkan hadiah tertantu.

Jika Anda memiliki terlalu banyak inventaris yang Anda ingin singkirkan segera sebelum pengiriman selanjutnya tiba? Anda bisa beritahukan di Facebook bahwa hari ini akan ada potongan 25% bagi fans yang tertarik. Mereka yang tertarik bisa mencetak kupon dan menunjukkannya.

Menciptakan sebuah perasaan pentingnya kecepatan tanggapan dan penawaran yang menggiurkan terhadap fans ialah dua cara yang baik dalam mengingkatkan respon komunitas yang kuat. (*Akhlis)

Kategori:Desember

Langkah-langkah Menjaga Pelanggan Anda

10 Desember 2011 Komentar dimatikan

Tidak peduli apa lini bisnis yang Anda jalankan, pelanggan membutuhkan penghargaan Anda atas dukungan mereka dalam menunjang pertumbuhan bisnis Anda. Secara sederhana, ucapan terima kasih adalah cara murah untuk menyatakan hal tersebut. Berterima kasih kepada pelanggan tidak hanya sebelum penjualan, tetapi setelah masa penjualan dilaksanakan.

Berikut beberapa hal yang harus Anda lakukan untuk menjaga pelanggan Anda:
1. Ucapkan rasa terima kasih Anda dan katakan dengan penuh perasaan. Membuat ucapan terima kasih lisan secara pribadi dengan secara khusus menyebutkan mengapa Anda berterima kasih.

2. Menulis ucapan terima kasih secara pribadi pada catatan. Hal ini dapat Anda lakukan dengan menulis kata terima kasih pada faktur atau kwitansi setelah pembelian atau layanan.

3. Menawarkan diskon untuk pelanggan dengan menyediakan kupon yang dapat digunakan pada pembelian berikutnya. Atau, Anda dapat menciptakan program insentif seperti menawarkan pelanggan sebuah item diskon atau hadiah gratis setelah pembelian jumlah tertentu.

4. Kirim hadiah sebagai tanda penghargaan Anda. Hadiah dapat mencakup berbagai barang dengan logo perusahaan perusahaan Anda sebagai hadiah terima kasih dan sebagai tanda pemasaran untuk bisnis Anda.

5. Kirim kartu ucapan momen spesial seperti hari ulang tahun, hari raya keagamaan, tahun baru, dan sebagainya.

 

Dr Ir Ciputra

(Ciputraway)

Kategori:Desember

Mengabdikah di BUMN? Lebih Sulitkah?

Senin, 05 Desember 2011

Benarkah menjadi eksekutif di BUMN itu lebih sulit dibanding di swasta? Benarkah menjadi direksi di perusahaan negara itu lebih makan hati? Lebih tersiksa? Lebih terkungkung birokrasi? Lebih terbelit peraturan? Lebih tidak ada hope? Jawabnya: entahlah.

Belum ada penelitian ilmiahnya. Yang ada barulah rumor. Persepsi. Anggapan.

Bagaimana kalau dibalik: tidak mungkinkah anggapan itu hanya cermin dari pepatah “rumput di halaman tetangga lebih hijau”. Atau bahkan lebih negatif lagi: sebagai kambing hitam? Yakni, sebuah kambing hitam untuk pembenaran dari kegagalan? Atau sebuah kambing hitam untuk sebuah ketidakmampuan?

Agar lebih fair, sebaiknya didengar juga suara-suara dari kalangan eksekutif swasta.

Mereka tentu bisa banyak bercerita. Misalnya, cerita betapa stresnya mengejar target dari sang pemilik perusahaan. Di sisi ini jelas menjadi eksekutif di swasta jauh lebih sulit. Bagi seorang eksekutif swasta yang tidak bisa mencapai target, hukumannya langsung di depan mata: diberhentikan. Bahkan, kalau lagi sial, yakni menghadapi pemilik perusahaan yang mulutnya kotor, seorang eksekutif swasta tidak ubahnya penghuni kebun binatang.

Di BUMN konsekuensi tidak mencapai target tidak ada. Menteri yang mewakili pemilik BUMN setidaknya tidak akan pernah mencaci maki eksekutifnya di depan umum.

Bagaimana dengan citra campur tangan yang tinggi di BUMN? Ini pun kelihatannya juga hanya kambing hitam. Di swasta campur tangan pemilik jauh lebih dalam.

Katakanlah direksi BUMN mengeluh seringnya dipanggil DPR sebagai salah satu bentuk campur tangan. Tapi, saya lihat, pemanggilan oleh DPR itu tidak sampai memiliki konsekuensi seberat pemanggilan oleh pemilik perusahaan swasta. Apalagi, Komisi VI DPR yang membawahkan BUMN sangat proporsional. Tidak banyak yang aneh-aneh. Bahkan, salah satu anggota DPR di situ, Mumtaz Amin Rais, sudah seperti anggota parlemen dari Inggris. Kalau bertanya sangat singkat, padat, dan langsung pada pokok persoalan. Tidak sampai satu menit. Anggota yang lain juga tidak ada yang sampai menghujat tanpa alasan yang kuat. Jelaslah, campur tangan pemilik perusahaan swasta jauh lebih mendalam.

Di swasta juga sering ditemukan kenyataan ini: banyak pemilik perusahaan swasta yang maunya aneh-aneh. Kediktatoran mereka juga luar biasa! Sangat biasa pemilik perusahaan swasta memaksakan kehendaknya. Dengan demikian, cerita soal campur tangan pemilik, soal pemaksaan kehendak, dan soal kediktatoran pemilik di swasta jauh lebih besar daripada di BUMN.

Bagaimana dengan iklim korporasinya? Sebenarnya juga sama saja. Hanya berbeda nuansanya. Bukankah di swasta Anda juga sering terjepit oleh besarnya dominasi keluarga pemilik? Apalagi kalau si pemilik akhirnya sudah punya anak dan anak itu tumbuh dewasa dan menghasilkan menantu-menantu? Dengan demikian, tidak cukup kuat juga alasan bahwa menjadi eksekutif di BUMN itu lebih sulit karena iklim korporasinya kurang mendukung.

Bagaimana soal campur tangan politik? Memang ada anggapan campur tangan politik sangat menonjol di BUMN. Untuk soal ini pun saya meragukannya. Saya melihat campur tangan itu lebih banyak lantaran justru diundang oleh eksekutif itu sendiri. Di swasta pun kini akan tertular penyakit itu. Dengan banyaknya pemilik perusahaan swasta yang terjun ke politik, bisa jadi kerepotan eksekutif di swasta juga bertambah-tambah. Tidakkah Anda pusing menjadi eksekutif swasta yang pemiliknya berambisi terjun ke politik?

Maka, saya curiga orang-orang yang sering mengembuskan wacana bahwa menjadi eksekutif di BUMN itu sulit adalah orang-orang yang pada dasarnya memang tidak bisa bekerja. Di dunia ini alasan, dalih, kambing hitam, dan sebangsanya terlalu mudah dicari. Orang yang sering diberi nasihat atasannya, tapi gagal dalam melaksanakan pekerjaannya, dia akan cenderung beralasan “terlalu banyak dicampuri sih!”. Sebaliknya, orang yang diberi kepercayaan penuh, tapi juga gagal, dia akan bilang, “Tidak pernah ditengok sih!”.

Maka, pada akhirnya sebenarnya kembali ke who is he! Kalau dibilang menjadi direksi di BUMN itu sulit dan bekerja di swasta ternyata juga sulit, lalu di mana dong bekerja yang enak? Yang tidak sulit? Yang tidak repot? Yang tidak stres? Yang gajinya besar? Yang fasilitasnya baik? Yang bisa bermewah-mewah? Yang bisa semaunya?

Saya tidak bisa menjawab itu. Yang paling tepat menjawabnya adalah orang yang tingkatan hidupnya lebih tinggi dari saya. Bukan Rhenald Kasali atau Tanri Abeng atau Hermawan Kartajaya. Bukan Peter Drucker, bukan pula Jack Welch.

Yang paling tepat menjawab pertanyaan itu adalah seseorang yang lagi menikmati tidurnya yang pulas pada hari Senin pukul 10 pagi di bawah jembatan kereta api Manggarai dengan hanya beralaskan karton. Dialah seenak-enaknya orang. Sebebas-bebasnya manusia. Tidak mikir utang, tidak mikir target, tidak mikir tanggung jawab. Orang seperti dialah yang barangkali justru heran melihat orang-orang yang sibuk!

Maksud saya: maka berhentilah mengeluh!

Maksud saya: tetapkanlah tekad! Mau jadi direksi BUMN atau mau di swasta. Atau mau, he he, memilih hidup yang paling nikmat itu!

Maksud saya: kalau pilihan sudah dijatuhkan, tinggallah kita fokus di pilihan itu. Sepenuh hati. Tidak ada pikiran lain kecuali bekerja, bekerja, bekerja!

Daripada mengeluh terus, berhentilah bekerja. Masih banyak orang lain yang mau bekerja. Masih banyak orang lain yang tanpa mengeluh bisa menunjukkan kemajuan!

Lihatlah direksi bank-bank BUMN itu. Mereka begitu majunya. Sama sekali tidak kalah dengan direksi bank swasta. Padahal, direksi bank BUMN itu terjepit antara peraturan birokrasi BUMN dan peraturan yang ketat dari bank sentral. Mana ada direksi yang dikontrol begitu ketat dari dua jurusan sekaligus melebihi direksi bank BUMN” Buktinya, bank-bank BUMN kita luar biasa.

Lihatlah pemilihan Marketeers of The Year yang sudah lima tahun dilaksanakan Marks Plus-nya Hermawan Kartajaya. Empat tahun berturut-turut Marketeers of The Year-nya adalah direksi BUMN! Swasta baru menang satu kali! Para Marketeers of The Year dari BUMN itu adalah tipe orang-orang yang tidak pandai mengeluh! Mereka adalah tipe orang yang bekerja, bekerja, bekerja!

Lihatlah tiga CEO BUMN yang minggu lalu terpilih sebagai CEO BUMN of The Year: R.J. Lino (Dirut Pelindo 2), Tommy Soetomo (Dirut Angkasapura 1), dan Ignasius Jonan (Dirut Kereta Api Indonesia). Mereka adalah orang-orang yang sambil mengeluh terus bekerja keras. Mereka terus menghasilkan prestasi dari sela-sela jepitan birokrasi dan peraturan. Bahkan, salah satu dari tiga orang itu terus bekerja keras sambil menahan sakitnya yang berat.

Lihat pulalah para direksi BUMN yang malam itu memenangi berbagai kategori inovasi di BUMN. Mereka adalah orang-orang andal yang mau mengabdi di BUMN.

Maaf, mungkin inilah untuk kali terakhir saya menggunakan kata “mengabdi di BUMN”. Setelah ini saya ingin menghapus istilah “mengabdi” itu. Istilah “mengabdi di BUMN” tidak lebih dari sebuah kemunafikan.

Selalu ada udang di balik batu di balik istilah “mengabdi di BUMN” itu. Setiap ada pihak yang mengucapkan kata “mengabdi di BUMN”, pasti ada mau yang ingin dia sampaikan. Banyak sekali mantan pejabat BUMN yang ingin terus memiliki rumah jabatan dengan alasan sudah puluhan tahun mengabdi di BUMN. Terlalu banyak orang BUMN yang memanfaatkan istilah mengabdi untuk tujuan-tujuan tersembunyi. Barangkali memang sudah waktunya BUMN bukan lagi tempat mengabdi, dalam pengertian seperti itu. Kecuali mereka benar-benar mau bekerja keras di BUMN tanpa digaji! Sudah waktunya BUMN hanya sebagai tempat membuat prestasi. (*)

Dahlan Iskan
Menteri Negara BUMN

Kategori:Desember

Neraka dari “Manajemen Musyrik”

4 Desember 2011 Komentar dimatikan

Manufacturing hope tentu juga harus dilakukan untuk bandara-bandara kita. Selain mencarikan jalan keluar untuk hotel-hotel yang ada di Bali, selama mengikuti KTT ASEAN saya berkunjung ke pelabuhan perikanan Benoa, melihat aset-aset BUMN yang tidak produktif di Bali dan diajak melihat proyek Bandara Ngurah Rai yang baru.

Tanpa dilakukan survei pun semua orang sudah tahu betapa tidak memuaskannya Bandara Internasional Ngurah Rai itu. Semua orang ngomel, mencela, dan mencaci maki sesaknya, ruwetnya, dan buruknya. Bandara itu memang tidak mampu menanggung beban yang sudah empat kali lebih besar daripada kapasitasnya.

Memang, PT Angkasapura I, BUMN yang mengelola bandara tersebut, sudah mulai membangun terminal yang baru. Tapi, terminal baru itu baru akan selesai paling cepat dua tahun lagi.

Berarti selama dua tahun ke depan keluhan dari publik masih akan sangat nyaring. Bahkan, keluhan itu akan bertambah-tambah karena di lokasi yang sama bakal banyak kesibukan proyek. Bongkar sana, bongkar sini. Pindah sana, pindah sini. Membangun terminal baru di lokasi terminal yang masih dipakai tentu sangat repot. Lebih enak membangun terminal baru di lokasi yang baru sama sekali.

Menghadapi persoalan yang begitu stres, hanya hope-lah yang bisa di-manufacture! Karena itu, memajang maket bandara baru tersebut besar-besar di ruang tunggu atau di tempat-tempat strategis lainnya menjadi penting. Saya berharap, penumpang yang ngomel-ngomel itu bisa melihat gambar bandara baru yang lebih lapang dan lebih indah. Perhatian penumpang harus dicuri agar tidak lagi selalu merasakan sumpeknya keadaan sekarang, melainkan diajak merasakan mimpi masa depan baru yang segera datang itu.

Demikian juga, PT Angkasapura II yang mengelola Bandara Soekarno-Hatta harus membantu manufacturing hope itu. Caranya, ikut membantu memasangkan maket bandara baru Ngurah Rai di lokasi Bandara Soekarno-Hatta. Bahkan, maket baru Bandara Soekarno-Hatta sendiri juga harus lebih banyak ditampilkan secara atraktif.

Tentu, sambil menunggu yang baru itu, bandara yang ada harus tetap diperhatikan. Mungkin memang tidak perlu membuang uang terlalu banyak untuk sesuatu yang dalam dua tahun ke depan akan dibongkar. Tapi, tanpa membuat bandara yang ada ini lebih baik, orang pun akan kehilangan harapan bahwa bandara yang baru itu kelak bakal mengalami nasib tak terurus yang sama. Itulah sebabnya, khusus Bandara Soekarno-Hatta, manajemen Angkasapura II akan melakukan survei persepsi publik yang bakal dilakukan oleh lembaga survei yang kredibel dan independen.

***
Manufacturing hope kelihatannya juga harus lebih banyak diproduksi untuk industri rekayasa. PT Dirgantara Indonesia (pembuatan pesawat), PT PAL Surabaya (pembuatan kapal), PT Bharata Surabaya (mesin-mesin), PT Boma Bisma Indra Surabaya-Pasuruan (mesin-mesin), PT INKA (pembuatan kereta api), dan banyak lagi industri jenis itu sangat memerlukannya.

Semua BUMN di bidang ini sulitnya bukan main. Kesulitan yang sudah berlangsung begitu lama. Di barisan ini termasuk Dok Perkapalan IKI Makassar, Dok Perkapalan Koja Bahari Jakarta, dan industri sejenis?yang menjadi anak perusahaan BUMN seperti jasa produksi milik PLN dan perbengkelan di lingkungan BUMN lainnya. Beberapa di antaranya bahkan sangat-sangat parah. PT PAL, misalnya, sudah terlalu lama merah dalam skala kerugian yang triliunan rupiah.

PT IKI Makassar idem ditto. Sudah dua tahun perusahaan galangan kapal terbesar di Indonesia Timur itu tidak mampu membayar gaji karyawan. Perusahaan tersebut terjerumus ketika menerima order pembuatan kapal penangkap ikan modern sebanyak 40 unit, tapi dibatalkan pemerintah di tengah jalan. Kini 14 kapal ikan yang sudah telanjur jadi itu mengapung mubazir begitu saja. Sudah lebih dari sepuluh tahun kapal-kapal modern itu berjajar menganggur.

Bahan-bahan kapal yang belum jadi pun sudah menjadi besi tua dan berserakan memenuhi kawasan galangan kapal itu. Peralatan produksinya juga sudah menganggur bertahun-tahun. Salah satu di antaranya bisa membuat ngiler siapa pun: crane 150 ton! Dok Perkapalan Surabaya yang ordernya begitu banyak dan sibuk saja hanya punya crane terbesar 50 ton!

Dulu, sekitar 15 tahun yang lalu, saya pernah mengkritik pemerintah di bidang itu. Saya menulis di media mengapa nasib industri rekayasa kita begitu jelek.Mengapa kita impor permesinan bertriliun-triliun setiap tahun, tapi industri rekayasa di dalam negeri telantar berat. Bahkan, tokoh sekaliber B.J. Habibie pun tidak berhasil mengatasinya.
Waktu itu saya sudah membayangkan alangkah hebatnya Indonesia kalau semua potensi tersebut disatukan dalam koordinasi yang utuh. Kalau saja ada kesatuan di dalamnya, kita bisa memproduksi pabrik apa pun, alat apa pun, dan kendaraan apa pun. Pembangkit listrik, pabrik gula, pabrik kelapa sawit, pesawat, kapal, kereta, motor, mobil, dan apalagi sepeda, semua bisa dibuat di dalam negeri.

Sebagai orang yang kala itu sering mengunjungi pabrik-pabrik sejenis di Tiongkok, saya selalu mengeluh: alangkah lebih modernnya peralatan yang dimiliki pabrik-pabrik kita jika dibandingkan dengan pabrik-pabrik yang saya kunjungi itu. Peralatan yang dimiliki PT Bharata, misalnya, jauh lebih modern daripada yang saya lihat di Tiongkok saat itu. Ahli pesawat dari Eropa mengagumi modernya peralatan di PT Dirgantara Indonesia.

Kini, dalam posisi saya yang baru ini, saya tidak bisa lagi hanya mengkritik. Tanggung jawab itu kini ditumpukkan di pundak saya. Saya tidak boleh lupa bahwa saya pernah mengkritik pemerintah. Saya tidak boleh mencari kambing hitam untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab. Tentu saya juga menyadari bahwa saya bukanlah seorang yang genius seperti Pak Habibie. Saya hanya mengandalkan hasil dari manufacturing hope.

Tidak mudah perusahaan yang sudah mengalami kemerosotan yang panjang bisa bangkit kembali. Karena itu, saya harus menghargai dan memuji upaya yang dilakukan manajemen PT Dirgantara Indonesia (DI) belakangan ini. Rasanya, untuk bidang ini, DI akan bangkit yang pertama. Thanks to kesungguhan Presiden SBY yang telah menginstruksikan pengadaan seluruh keperluan militer dilakukan di dalam negeri. Kecuali peralatan sekelas tank Leopard, helikopter Apache, atau kapal selam yang memang belum bisa dibuat sendiri. Pesawat tempur sekelas F-16 Block 52 pun, tekad Presiden SBY tegas: harus diproduksi di dalam negeri meski harus bekerja sama dengan pihak luar.Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro juga sangat serius dalam mengontrol pelaksanaan instruksi presiden itu.

Maka, PT DI kelihatannya segera mentas. Kegiatan jangka pendek, menengah, dan panjangnya sudah tertata. Dalam waktu pendek ini, sampai dua tahun ke depan, pekerjaannya sudah sangat banyak: membuat pesawat militer CN-295 dalam jumlah yang besar. Order ini akan berkelanjutan menjadi program jangka menengah karena PT DI juga sekaligus diberi hak keagenan untuk Asia Pasifik. Sedangkan jangka panjangnya, PT DI memproduksi pesawat tempur setara Block 52 bekerja sama dengan Korea Selatan.

Adanya kebijakan yang tegas dari Presiden SBY, komitmen pembinaan yang kuat dari Kementerian Pertahanan, kapabilitas personel PT DI yang unggul (terbukti satu bagian dari sayap pesawat Airbus 380 yang gagah dan menarik itu ternyata selalu diproduksi di PT DI), dan fokus manajemen dalam melayani keperluan Kementerian Pertahanan adalah kunci awal bangkitnya industri pesawat PT DI.

Instruksi Presiden SBY itu juga berlaku untuk PT Pindad. Maka, kebangkitan serupa juga akan terjadi untuk PT Pindad. Semoga juga di PT Dahana. Karean itu, tidak ada jalan lain bagi PT PAL untuk tidak mengikuti jejak PT DI. Kalau saja PT PAL fokus melayani keperluan pembuatan dan perawatan kapal-kapal militer nasibnya akan lebih baik.

Apalagi, anggaran untuk peralatan militer kini semakin besar. Menyerap semaksimal mungkin anggaran militer itu saja sudah akan bisa menghidupi. Dengan syarat, pelayanan kepada keperluan militer itu sangat memuaskan: mutunya dan waktu penyelesaiannya.

Lupakan dulu menggarap kapal niaga yang ternyata merugikan PT PAL begitu besar. Lupakan menggarap bisnis-bisnis lain, apalagi sampai menjadi kontraktor EPC seperti yang dilakukan selama ini. Semua itu hanya mengganggu kefokusan manajemen dan merusak suasana kebatinan jajaran PT PAL sendiri. Memang ada alasan ilmiah untuk mengerjakan banyak hal itu.

Misalnya untuk memanfaatkan idle capacity. Tapi, godaan memanfaatkan idle capacity itu bisa membuat orang tidak fokus. Dalam bahasa agama, “tidak fokus” berarti “tidak mengesakan”. “Tidak mengesakan” berarti “tidak bertauhid”. “Tidak bertauhid” berarti “musyrik”. Memanfaatkan idle capacity di satu pihak sangat ilmiah, di pihak lain bisa juga berarti godaan terhadap fokus. Saya sering mengistilahkannya “godaan untuk berbuat musyrik”. Padahal, orang musyrik itu masuk neraka. Nerakanya perusahaan adalah negative  cash flow, rugi, dan akhirnya bangkrut.

Kalaupun PT PAL kelak sudah fokus menekuni keperluan militer, tapi masih juga rugi, negara tidak akan terlalu menyesal. Tapi, kerugian PT PAL karena menggarap kapal niaga asing sangatlah menyakitkan. Apalagi, kerugian itu menjadi beban negara. Rugi untuk memperkuat militer kita masih bisa dianggap sebagai pengabdian kepada negara. Tapi, rugi karena menggarap kapal niaga asing dan kemudian minta uang kepada negara sama sekali tidak bisa dimengerti.

Hanya kepada orang-orang yang bisa fokuslah saya banyak berharap. Hanya di tangan pimpinan-pimpinan yang fokuslah BUMN bisa bangkit. (*)

Dahlan Iskan
Menteri BUMN

Kategori:Desember